Berikutini adalah beberapa dampak buruk yang diakibatkan oleh pencemaran sungai. 1. Mempengaruhi Flora dan Fauna Bahan kimia dan limbah yang mencemari sungai menyebabkan beberapa spesies kehidupan yang ada di dalam air menjadi punah atau pindah ke tempat lain yang lebih aman.
Melihatempat penyebab pencemaran sungai di atas, tentu ia dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan, di antaranya: Terjadinya banjir akibat penumpukan sampah di dasar sungai. Timbulnya berbagai penyakit dari mikroba pathogen yang berkembang di air sungai tercemar. Berkurangnya ketersediaan air bersih.
Padasungai yang belum mengalami pencemaran sering ditemukan siput air dan cacing Planaria. Termasuk kelompok apakah kedua hewan tersebut? Laporkan. dan terbungkus oleh mantel dan cangkang yang berfungsi untuk melindungi tubuh siput. Cacing Planaria termasuk kelompok hewan Platyhelminthes karena bertubuh lunak, tak bercangkang, dan tubuhnya
Memprihatinkan Begitulah gambaran kondisi sungai-sungai di Sumbar.
Sungaisungai yang menjadi sampel berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sungai-sungai tersebut antara lain berada di pulau jawa, pulau bali, dan pulau Kalimantan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pencemaran telah terjadi secara merata. Pencemaran banyak disebabkan oleh zat-zat kimia hasil aktivitas manusia.
Padaawal November air sungai Bengawan Solo mengalami pencemaran. Pada awal November air sungai Bengawan Solo mengalami pencemaran. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; BUKU REPUBLIKA; REPUBLIKA NETWORK; Saturday, 8 Muharram 1444 / 06 August 2022
Berdasarkandefinisi dalam Encyclopedia Britannica, pencemaran atau polusi air didefinisikan sebagai pelepasan zat ke dalam air dari berbagai sumber (air tanah permukaan, mata air, danau, sungai, laut, dan sebagainya) hingga melampaui batas aman dan mengganggu manfaat air maupun fungsi alami ekosistem air.
padasungai yang belum mengalami pencemaran sering ditemukan siput air dan cacing planaria, termasuk kelompok apakah kedua hewan tersebut? Iklan Solusi Buku Sekolah Jawaban dari Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII Semester 1 Petunjuk Pengerjaan Berikut ini adalah langkah - langkah penyelesaian soal :
Padasungai yang belum mengalami pencemaran sering ditemukan siput air dan cacing Planaria. Termasuk kelompok apakah kedua hewan tersebut? (Soal Latihan Bab Klasifikasi Mahluk Hidup Mata Pelajaran IPA BSE Kurikulum 2013 (Revisi 2016) Semester 1 Kelas 7, Kemendikbud)
BOJONEGORO Hampir dua pekan terakhir air Sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mengalami penurunan kualitas akibat tercemar zat kimia amonia. Pencemaran tersebut membuat air Sungai Bengawan Solo berubah warna dan sudah tidak layak dikonsumsi untuk kebutuhan minum dan mandi masyarakat sekitar.
Q3Ut. SINTANG—Sintang dialiri oleh sejumlah sungai yang telah lama dekat dengan aktivitas masyarakat. Dimanfaatkan untuk penyedia air, sarana transportasi, mata pencaharian, sampai rekreasi. Namun kabarnya sungai-sungai di Sintang sudah tercemar oleh aktivitas yang tak ramah lingkungan, Minggu 21/3. Direktur Sintang Freshwater Care SFC, Rayendra membenarkan tercemarnya sungai-sungai di Sintang. Pencemaran menurutnya merupakan masalah klasik yang belum terselesaikan. Sungai masih menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga, limbah industri, limbah bahan beracun dan berbahaya B3. “Itulah yang terjadi sekarang di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, dan hampir di semua anak sungai, seperti Sungai Ketungau, Sungai Merpauk, Sungai Tempunak, Sungai Serawai itu mengalami pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga. Sekarang terdegradasi akibat dari Penambangan Emas Tanpa Izin PETI dan pembangunan perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan bufferzone,” ujar pria yang juga tergabung dalam tim penilai AMDAL Kabupaten Sintang ini. Buffer zone sendiri adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perusahaan sawit, kata Rayendra, diwajibkan untuk membentengi buffer zone sungai, danau dan anak-anak sungai dengan membangun pagar alam atau lahan 100 meter dari sungai, anak sungai, dan danau tidak boleh ditanami pohon sawit. Namun realitas di lapangan, bufferzone ini banyak dilanggar oleh perusahaan perkebunan sawit. “Sampai sekarang belum ada penyelesaian masalah bufferzone yang terkena penanaman pohon-pohon sawit,” ujarnya. Menurut pria yang akrab disapa Iin ini, pencemaran di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi sudah cukup tinggi. Terutama berkaitan dengan naiknya endapan lumpur yang membawa kandungan logam berat yang membuat sungai itu beracun. Ditambah dengan zat-zat kimia dari perkebunan kelapa sawit dan merkuri dari PETI. Bahkan pencemaran di sungai-sungai tersebut sudah bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Bagi lingkungan, itu akan berdampak pada rusaknya ekosistem. Efek yang sudah terlihat adalah hilang dan berkurangnya spesies ikan di sungai. “Ikan semah itu dulu banyak di Sungai Melawi, sekarang sudah susah. Udang galah juga. Itu yang jadi persoalan,” ujarnya. “Sedangkan bagi manusia yang memanfaatkan air sungai untuk MCK mandi, cuci, kakus, apalagi untuk kebutuhan makan dan minum, itu akan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Seperti kanker usus, kanker ginjal, dan lain-lain,” ujarnya. Dikhawatirkan lagi, limbah-limbah tersebut akan terkumpul di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Akibatnya, arsenik akan terkonsentrasi di daerah tersebut. “Yang paling parah menerima dampaknya ialah daerah Masuk ke arah hulu hingga Sepauk. Itu hasil penelitian kita bersama teman-teman Dinas Lingkungan Hidup kemarin dalam rangka pendataan baku mutu air kemarin,” katanya. Akar permasalahan yang mengakibatkan terus berlangsungnya pencemaran sungai ini menurutnya ada pada ketidaktegasan pengampu kebijakan menjalankan regulasi yang sudah ada. “Regulasi itu ada, tapi tidak berjalan seiringan dengan kebijakan yang dikeluarkan. Regulasi hanya penghias, tetapi tidak diterapkan langsung ke masyarakat,” ujarnya. ris SINTANG—Sintang dialiri oleh sejumlah sungai yang telah lama dekat dengan aktivitas masyarakat. Dimanfaatkan untuk penyedia air, sarana transportasi, mata pencaharian, sampai rekreasi. Namun kabarnya sungai-sungai di Sintang sudah tercemar oleh aktivitas yang tak ramah lingkungan, Minggu 21/3. Direktur Sintang Freshwater Care SFC, Rayendra membenarkan tercemarnya sungai-sungai di Sintang. Pencemaran menurutnya merupakan masalah klasik yang belum terselesaikan. Sungai masih menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga, limbah industri, limbah bahan beracun dan berbahaya B3. “Itulah yang terjadi sekarang di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, dan hampir di semua anak sungai, seperti Sungai Ketungau, Sungai Merpauk, Sungai Tempunak, Sungai Serawai itu mengalami pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga. Sekarang terdegradasi akibat dari Penambangan Emas Tanpa Izin PETI dan pembangunan perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan bufferzone,” ujar pria yang juga tergabung dalam tim penilai AMDAL Kabupaten Sintang ini. Buffer zone sendiri adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perusahaan sawit, kata Rayendra, diwajibkan untuk membentengi buffer zone sungai, danau dan anak-anak sungai dengan membangun pagar alam atau lahan 100 meter dari sungai, anak sungai, dan danau tidak boleh ditanami pohon sawit. Namun realitas di lapangan, bufferzone ini banyak dilanggar oleh perusahaan perkebunan sawit. “Sampai sekarang belum ada penyelesaian masalah bufferzone yang terkena penanaman pohon-pohon sawit,” ujarnya. Menurut pria yang akrab disapa Iin ini, pencemaran di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi sudah cukup tinggi. Terutama berkaitan dengan naiknya endapan lumpur yang membawa kandungan logam berat yang membuat sungai itu beracun. Ditambah dengan zat-zat kimia dari perkebunan kelapa sawit dan merkuri dari PETI. Bahkan pencemaran di sungai-sungai tersebut sudah bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Bagi lingkungan, itu akan berdampak pada rusaknya ekosistem. Efek yang sudah terlihat adalah hilang dan berkurangnya spesies ikan di sungai. “Ikan semah itu dulu banyak di Sungai Melawi, sekarang sudah susah. Udang galah juga. Itu yang jadi persoalan,” ujarnya. “Sedangkan bagi manusia yang memanfaatkan air sungai untuk MCK mandi, cuci, kakus, apalagi untuk kebutuhan makan dan minum, itu akan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Seperti kanker usus, kanker ginjal, dan lain-lain,” ujarnya. Dikhawatirkan lagi, limbah-limbah tersebut akan terkumpul di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Akibatnya, arsenik akan terkonsentrasi di daerah tersebut. “Yang paling parah menerima dampaknya ialah daerah Masuk ke arah hulu hingga Sepauk. Itu hasil penelitian kita bersama teman-teman Dinas Lingkungan Hidup kemarin dalam rangka pendataan baku mutu air kemarin,” katanya. Akar permasalahan yang mengakibatkan terus berlangsungnya pencemaran sungai ini menurutnya ada pada ketidaktegasan pengampu kebijakan menjalankan regulasi yang sudah ada. “Regulasi itu ada, tapi tidak berjalan seiringan dengan kebijakan yang dikeluarkan. Regulasi hanya penghias, tetapi tidak diterapkan langsung ke masyarakat,” ujarnya. ris
pada sungai yang belum mengalami pencemaran sering ditemukan siput air dan cacing planaria, Termasuk kelompok apakah kedua hewan tersebut? Pertanyaan baru di Fisika Seorang perenang dengan massa tubuh 50 kg menyelam di kolam dengan kedalaman air 2,5 m. Jika pada saat menyelam perenang tersebut berada pada ketingg … ian 130 cm dari dasar kolam, maka tekanan hidrostatis yang dialami oleh perenang tersebut sebesar .... massa jenis air = 1000 kg/m3, dan percepatan gravitasi bumi 10 N/kg 3. 2 a. Pascal b. Pascal c. Pascal d. Pascalkak minta tolong soalnya ini mau dikumpulin besok ​ ada caranya ya, makasih!​ 1. Sebuah pompa hidrolik diberi gaya 20 N pada penampang kecil. Perbandingan luas penampang permukaan yang kecil terhadap permukaan yang besar pa … da adalah 2 3. Maka berat beban yang dapat di angkat adalah ....​ Dua benda masing-masing massanya 3 kg. Besar gaya grafitasi adalah G= 6, N m²/kg, jika jarak antara kedua benda 0,03 m adalah....A. 7,2 X 10 N … ewtonB. 6,67 X 109 NewtonC. 66,7 X 10" NewtonD. 70,0 X 10 NewtonE. 73,0 X 10 Newton​ Berikut ini yang bukan merupakan besaran yang diturunkan dari besaran panjang dan waktu adalah .... A. kecepatan B. kelajuan C. volume D. percepatan​
Melihat Sungai di Kalbar di Saat Peringatan Hari Sungai Nasional Kalimantan Barat boleh berbangga memiliki Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Namun sayangnya, kondisi Kapuas semakin memprihatinkan. Sekitar 60 persen daerah aliran sungai watershed di Kalbar mengalami krisis akibat pembukaan dan pengembangan kawasan secara eksploitatif. Arief Nugroho, Pontianak SUNGAI yang membentang sepanjang km dari Kota Pontianak hingga Kabupaten Kapuas Hulu ini menjadikan Sungai Kapuas sebagai urat nadi sekaligus sungai terpanjang di Indonesia. Bagi masyarakat Kalbar, Sungai Kapuas memegang peranan penting dalam segala hal, di antaranya penyedia sumber air bersih, sarana transportasi, dan sumber pendapatan lainnya. Namun, DAS Kapuas kini telah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut berasal dari berbagai aktivitas, seperti pertambangan emas tanpa izin PETI, pencemaran limbah mercuri maupun industri, penambangan pasir ilegal, penangkapan ikan dengan racun, illegal logging, dan sebagainya, sehingga berakibat pada baku mutu air Sungai Kapuas menurun. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Tanjungpura, bersama sejumlah instansi dan Wahana Lingkungan Hidup Walhi Kalimantan Barat menunjukkan kandungan merkuri Hg mencapai 0,2-0,4 ppb parts per billion atau dua kali lipat dari ambang batas normal. Dari hasil penelitian tersebut, pencemaran yang terjadi di hulu Sungai Kapuas itu dipastikan akan berimbas juga di wilayah hilir. Penggunaan merkuri para penambang emas telah berdampak serius pada ikan dan manusia terutama yang berada di lokasi penambangan. Kandungan merkuri pada ikan-ikan di perairan Kapuas seperti ikan toman, lais, gabus, dan baung sudah terkontaminasi racun merkuri dengan konsentrat tinggi. Demikian pula dengan rambut dan kuku para penambang dan masyarakat di sekitarnya. Sementara jika merkuri tersebut telah merasuk ke tubuh manusia maka ia akan menjalar ke otak, ginjal, dan hati. Dampaknya, dapat menyebabkan tremor hingga stroke. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedalda Kota Pontianak pernah melakukan uji coba alat pemantau baku mutu air tahun 2006 lalu. Sampel penelitian diambil di tepi Sungai Kapuas, tepatnya di depan Kantor Wali Kota Pontianak. Hasilnya, air Sungai Kapuas berada di bawah standar baku mutu air Berdasarkan pengukuran yang dilakukan tim Bapedalda dan supplier peralatan, kadar oksigen terlarut di Sungai Kapuas sebesar 4,98 miligram per liter, dengan pH 4, 68, kepadatan terlarut 24,6 miligram per liter, kecepatan 1,6 meter per det ik, tingkat kekeruhan air 22,1 KTU, saturasi 65,3 persen, kadar polutan terlarut 29,6 miligram per liter, salinitas 0,0 0/oo, dan daya hantar listrik atau konduktivitas sebesar 62,9 mikron per meter. Padahal, sekitar 70 persen masyarakat Kota Pontianak dan Kalbar masih menggunakan air Sungai Kapuas sebagai air konsumsi sehari-hari, baik melalui proses penyaringan PDAM maupun tidak. Koordinator Divisi Kajian, Dokumentasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam pernah merilis jumlah kerusakan sungai di Kalimantan Barat. Setidaknya ada 27 sungai di Kalbar yang memiliki DAS 14,86 juta hektare. Sekitar 1,34 juta hektare dalam kondisi sangat kritis. Sedangkan sisanya kritis dan berpotensi kritis. Satu di antaranya adalah sungai di sekitar Dusun Bonglitung, Kecamatan Monterado, Kabupaten Bengkayang. Sejak puluhan tahun lalu, kata Adam, air di sungai tersebut keruh dan tidak bisa digunakan lagi akibat penambangan emas tanpa izin. Sementara di lokasi lain akibat air semakin krisis sulit dikonsumsi, warga Kampung Nabo, Kabupaten Landak sejak 2013 hingga kini, kesulitan memperoleh air bersih dari Sungai Kayat. “Sungai itu tercemar karena kawasan penyangga sekitarnya rusak akibat aktivitas perusahaan perkebunan,” terangnya. Adam juga membeberkan warga sekitar pesisir sungai yang beberapa di antaranya tercemar limbah pabrik, merkuri dan pertambangan, mengalami kesulitan memperoleh air bersih. Warga tidak dapat menggunakan untuk minum dan memasak. Menurut Adam, selain menjadi sumber air untuk kebutuhan masyarakat, daerah aliran sungai DAS yang baik dan sehat harusnya menjadi wilayah tangkapan air sekaligus penyangga bagi wilayah sekitarnya sehingga terhindar dari risiko bencana ekologis. Namun demikian, lanjut Adam, bila melihat bencana ekologis terkait dengan hidrologis yang ditandai dengan banjir dan longsor yang terjadi selama ini, maka situasi ini adalah indikasi serius yang menandai kondisi daerah aliran sungai di daerah kita sedang kritis. “Gambaran sederhana ini bisa kita lihat sebagai jawaban bagaimana krisis ekologi yang terus terjadi saat ini. Terjadi degradasi dan deforestasi yang berdampak pada daya tampung dan daya dukung linkungan sekitarnya terganggu,” katanya. Pendangkalan dan longsor sekitar bantaran sungai kian menjadi ketika praktik eksploitatif atas sumberdaya hutan dan lahan melalui penambangan maupun bentuk usaha berbasis hutan/lahan massif yang disusul dengan kondisi kualitas air sekitar terus menurun. Untuk menekan risiko bencana banjir dan longsor, kata Adam, diperlukan sinergis lintas sektor dan  langkah strategis antar pemerintah daerah. Program dan kebijakan pemulihan jangka panjang dibarengi dengan penghentian tindakan eksploitatif, pemberdayaan, penegakan hukum dan edukasi melibatkan peran serta masyarakat sekitar secara terus menerus diperlukan. Sementara itu, Kota Pontianak menjadi kota yang terkenal dengan sebutan kota seribu parit. Begitu pentingnya parit, sehingga parit dijaga kebersihannya dan dibuat berfungsi sebagaimana layaknya sebuah tempat untuk menjaga kota Pontianak dan memperindah kota Pontianak. Parit yang mengelilingi kota Pontianak pada zaman pendudukan Belanda, antara lain Parit Besar, Parit Nenas, Parit Durhaka, Parit Bansir, Parit Sungai Jawi, Parit Gado, Parit Diponegoro, Parit Gajahmada, Parit Tokaya, Parit Merdeka sampai Merdeka Timur, Parit Penjara, Parit Kongsi, Parit Sungai Raya, parit Mayor, Parit Haji Husein, Parit Tengkorak dan Parit Tengkorak. Seiring berjalannya waktu, parit-parit tinggal sedikit dan mengalami banyak perubahan. Arus urbanisasi yang terjadi membuat kota Pontianak mendapat dampak yang sangat besar, antara lain penambahan penduduk yang menyebabkan jumlah perumahan meningkat, parit mulai ditutup dan diperkecil, tercemarnya parit-parit karena industri kecil yang banyak membuang limbah ke parit hingga sampah di parit yang tidak terangkut. Pemerintah kota Pontianak mulai menyadari arti penting parit, sehingga mulai tahun 2019, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono merencanakan dan mencanangkan kembali pembersihan dan perubahan fungsi parit agar dikembalikan sebagaimana arf Melihat Sungai di Kalbar di Saat Peringatan Hari Sungai Nasional Kalimantan Barat boleh berbangga memiliki Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Namun sayangnya, kondisi Kapuas semakin memprihatinkan. Sekitar 60 persen daerah aliran sungai watershed di Kalbar mengalami krisis akibat pembukaan dan pengembangan kawasan secara eksploitatif. Arief Nugroho, Pontianak SUNGAI yang membentang sepanjang km dari Kota Pontianak hingga Kabupaten Kapuas Hulu ini menjadikan Sungai Kapuas sebagai urat nadi sekaligus sungai terpanjang di Indonesia. Bagi masyarakat Kalbar, Sungai Kapuas memegang peranan penting dalam segala hal, di antaranya penyedia sumber air bersih, sarana transportasi, dan sumber pendapatan lainnya. Namun, DAS Kapuas kini telah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut berasal dari berbagai aktivitas, seperti pertambangan emas tanpa izin PETI, pencemaran limbah mercuri maupun industri, penambangan pasir ilegal, penangkapan ikan dengan racun, illegal logging, dan sebagainya, sehingga berakibat pada baku mutu air Sungai Kapuas menurun. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Tanjungpura, bersama sejumlah instansi dan Wahana Lingkungan Hidup Walhi Kalimantan Barat menunjukkan kandungan merkuri Hg mencapai 0,2-0,4 ppb parts per billion atau dua kali lipat dari ambang batas normal. Dari hasil penelitian tersebut, pencemaran yang terjadi di hulu Sungai Kapuas itu dipastikan akan berimbas juga di wilayah hilir. Penggunaan merkuri para penambang emas telah berdampak serius pada ikan dan manusia terutama yang berada di lokasi penambangan. Kandungan merkuri pada ikan-ikan di perairan Kapuas seperti ikan toman, lais, gabus, dan baung sudah terkontaminasi racun merkuri dengan konsentrat tinggi. Demikian pula dengan rambut dan kuku para penambang dan masyarakat di sekitarnya. Sementara jika merkuri tersebut telah merasuk ke tubuh manusia maka ia akan menjalar ke otak, ginjal, dan hati. Dampaknya, dapat menyebabkan tremor hingga stroke. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedalda Kota Pontianak pernah melakukan uji coba alat pemantau baku mutu air tahun 2006 lalu. Sampel penelitian diambil di tepi Sungai Kapuas, tepatnya di depan Kantor Wali Kota Pontianak. Hasilnya, air Sungai Kapuas berada di bawah standar baku mutu air Berdasarkan pengukuran yang dilakukan tim Bapedalda dan supplier peralatan, kadar oksigen terlarut di Sungai Kapuas sebesar 4,98 miligram per liter, dengan pH 4, 68, kepadatan terlarut 24,6 miligram per liter, kecepatan 1,6 meter per det ik, tingkat kekeruhan air 22,1 KTU, saturasi 65,3 persen, kadar polutan terlarut 29,6 miligram per liter, salinitas 0,0 0/oo, dan daya hantar listrik atau konduktivitas sebesar 62,9 mikron per meter. Padahal, sekitar 70 persen masyarakat Kota Pontianak dan Kalbar masih menggunakan air Sungai Kapuas sebagai air konsumsi sehari-hari, baik melalui proses penyaringan PDAM maupun tidak. Koordinator Divisi Kajian, Dokumentasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam pernah merilis jumlah kerusakan sungai di Kalimantan Barat. Setidaknya ada 27 sungai di Kalbar yang memiliki DAS 14,86 juta hektare. Sekitar 1,34 juta hektare dalam kondisi sangat kritis. Sedangkan sisanya kritis dan berpotensi kritis. Satu di antaranya adalah sungai di sekitar Dusun Bonglitung, Kecamatan Monterado, Kabupaten Bengkayang. Sejak puluhan tahun lalu, kata Adam, air di sungai tersebut keruh dan tidak bisa digunakan lagi akibat penambangan emas tanpa izin. Sementara di lokasi lain akibat air semakin krisis sulit dikonsumsi, warga Kampung Nabo, Kabupaten Landak sejak 2013 hingga kini, kesulitan memperoleh air bersih dari Sungai Kayat. “Sungai itu tercemar karena kawasan penyangga sekitarnya rusak akibat aktivitas perusahaan perkebunan,” terangnya. Adam juga membeberkan warga sekitar pesisir sungai yang beberapa di antaranya tercemar limbah pabrik, merkuri dan pertambangan, mengalami kesulitan memperoleh air bersih. Warga tidak dapat menggunakan untuk minum dan memasak. Menurut Adam, selain menjadi sumber air untuk kebutuhan masyarakat, daerah aliran sungai DAS yang baik dan sehat harusnya menjadi wilayah tangkapan air sekaligus penyangga bagi wilayah sekitarnya sehingga terhindar dari risiko bencana ekologis. Namun demikian, lanjut Adam, bila melihat bencana ekologis terkait dengan hidrologis yang ditandai dengan banjir dan longsor yang terjadi selama ini, maka situasi ini adalah indikasi serius yang menandai kondisi daerah aliran sungai di daerah kita sedang kritis. “Gambaran sederhana ini bisa kita lihat sebagai jawaban bagaimana krisis ekologi yang terus terjadi saat ini. Terjadi degradasi dan deforestasi yang berdampak pada daya tampung dan daya dukung linkungan sekitarnya terganggu,” katanya. Pendangkalan dan longsor sekitar bantaran sungai kian menjadi ketika praktik eksploitatif atas sumberdaya hutan dan lahan melalui penambangan maupun bentuk usaha berbasis hutan/lahan massif yang disusul dengan kondisi kualitas air sekitar terus menurun. Untuk menekan risiko bencana banjir dan longsor, kata Adam, diperlukan sinergis lintas sektor dan  langkah strategis antar pemerintah daerah. Program dan kebijakan pemulihan jangka panjang dibarengi dengan penghentian tindakan eksploitatif, pemberdayaan, penegakan hukum dan edukasi melibatkan peran serta masyarakat sekitar secara terus menerus diperlukan. Sementara itu, Kota Pontianak menjadi kota yang terkenal dengan sebutan kota seribu parit. Begitu pentingnya parit, sehingga parit dijaga kebersihannya dan dibuat berfungsi sebagaimana layaknya sebuah tempat untuk menjaga kota Pontianak dan memperindah kota Pontianak. Parit yang mengelilingi kota Pontianak pada zaman pendudukan Belanda, antara lain Parit Besar, Parit Nenas, Parit Durhaka, Parit Bansir, Parit Sungai Jawi, Parit Gado, Parit Diponegoro, Parit Gajahmada, Parit Tokaya, Parit Merdeka sampai Merdeka Timur, Parit Penjara, Parit Kongsi, Parit Sungai Raya, parit Mayor, Parit Haji Husein, Parit Tengkorak dan Parit Tengkorak. Seiring berjalannya waktu, parit-parit tinggal sedikit dan mengalami banyak perubahan. Arus urbanisasi yang terjadi membuat kota Pontianak mendapat dampak yang sangat besar, antara lain penambahan penduduk yang menyebabkan jumlah perumahan meningkat, parit mulai ditutup dan diperkecil, tercemarnya parit-parit karena industri kecil yang banyak membuang limbah ke parit hingga sampah di parit yang tidak terangkut. Pemerintah kota Pontianak mulai menyadari arti penting parit, sehingga mulai tahun 2019, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono merencanakan dan mencanangkan kembali pembersihan dan perubahan fungsi parit agar dikembalikan sebagaimana arf